Perbedaan Konflik dan Kekerasan

Perbedaan konflik dan kekerasan mungkin menjadi salah satu pertanyaan dibenak Anda mengingat dalam sehari-hari kita sering diperdengarkan perihal konflik dan kekerasan, khususnya melalui media.

Konflik dan kekerasan merupakan dua hal yang memiliki arti negatif. Namun demikian, dari sisi definisi keduanya memiliki arti yang berbeda. Artikel ini akan mengulas perbedaan antara konflik dan kekerasan sesuai dengan pengertian masing-masing.

Mengacu pada pengertian dalam Kamus Besar Bahasa lndonesia (KBBI), konflik adalah percekcokan, perselisihan dan pertentangan.

Konflik sosial adalah pertentangan antar anggota masyarakat yang bersifat menyeluruh dalam kehidupan.

Konflik tidak sebatas bersifat lahiriah tapi juga dapat terjadi dalam batin, yaitu disebut konflik batin.

Konflik batin sendiri adalah sebuah konflik yang disebabkan adanya dua atau lebih gagasan yang saling bertentangan untuk menguasai diri sehingga berpengaruh terhadap tingkah laku.

Teori Kekerasan


Sebelum beranjak ke ulasan mengenai perbedaan konflik dan kekerasan, perlu dipahami dulu apa sajakah teori dari kekerasan sebagaimana disebutkan dibawah ini.

Kata "kekerasan" sebenarnya berasal dari bahasa Latin, "violentia", yang artinya berupa "keganasan", "kebengisan", "kedahsyatan", "kegarangan", "aniaya, dan "perkosaan". Tindak kekerasan, menunjuk pada tindakan yang dapat merugikan orang lain. Pada dasarnya kekerasan diartikan sebagai perilaku baik dengan sengaja maupun tidak dengan sengaja (verbal maupun nonverbal) yang ditujukan untuk melukai atau merusak orang lain, baik berupa serangan fisik maupun nonfisik.

Beberapa teori kekerasan yang mengupas tetang kekerasan diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Teori Faktor Individual


Berdasarkan teori ini, perilaku kekerasan yang dilakukan oleh individu adalah agresivitas yang dilakukan oleh individu secara sendirian, baik secara spontan (tidak sengaja) maupun direncanakan dan perilaku kekerasan yang dilakukan bersama orang lain. Faktor penyebab dari perilaku kekerasan ini, selain faktor-faktor pribadi seperti kelainan jiwa (psikopat, psikoneurosis, frustasi yang kronis) dan pengaruh obat bius, juga disebabkan oleh faktor yang bersifat sosial, seperti konflik rumah tangga, faktor teritorial, faktor budaya, dan faktor media massa.

b. Teori Faktor Kelompok


Identitas kelompok yang sering dijadikan alasan pemicu kekerasan adalah identitas rasial dan etnik. Kekerasan terjadi ketika terjadi deprivasi relatif. Semakin besar kesenjangan antara keduanya, semakin besar pula kemungkinan terjadinya perilaku agresif (kekerasan).

c. Teori Dinamika Kelompok


1) Teori Deprivasi Relatif

Sebuah negara yang mengalami pertumbuhan yang terlalu cepat mengakibatkan rakyatnya harus menghadapi perkembangan perekonomian masyarakat yang jauh lebih maju daripada perkembangan ekonomi dirinya sendiri. Terjadilah deprivasi relatif yang dapat menjadi awal terjadinya pergolakan sosial, huru-hara atau bahkan revolusi.

2) Teori Kerusuhan Massa

N. J. Smelser mengemukakan tahapan-tahapan akan terjadinya sebuah kekerasan massa seperti dijelaskan berikut ini:

a) Situasi sosial yang memungkinkan timbulnya kerusuhan akibat struktur sosial tertentu, seperti tidak adanya sistem tanggung jawab yang jelas dalam masyarakat, tidak adanya saluran untuk mengungkapkan kejengkelan-kejengkelan dan sarana untuk berkomunikasi antarmereka yang jengkel itu.

b) Kejengkelan atau tekanan sosial, yaitu kondisi karena sejumlah besar anggota masyarakat merasa bahwa banyak nilai dan norma yang sudah dilanggar.

c) Berkembangnya prasangka kebencian yang meluas terhadap suatu sasaran tertentu, contohnya pemerintah, kelompok ras, atau kelompok agama tertentu.

d) Mobilisasi massa untuk bereaksi, yaitu adanya tindakan nyata dari massa dan mengorganisasikan diri mereka untuk bertindak.

e) Kontrol sosial, yaitu kemampuan aparat keamanan dan petugas untuk mengendalikan situasi dan menghambat kerusuhan.

Perbedaan Konflik dan Kekerasan


Konflik yang terjadi dalam kehidupan masyarakat merupakan fenomena yang sebenarnya sangat alamiah. Namun, yang menjadi permasalahan adalah apakah konflik tersebut berpotensi menimbulkan kekerasan atau tidak. Kekerasan diindikasikan sebagai perwujudan dari suatu konflik yang tidak terlembaga, sementara konflik yang terlembaga dengan baik dapat diselesaikan dengan cara-cara yang baik (damai).

Kekerasan sosial lebih mengarah pada bentuk fisik atau wujud nyata dari aksi yang dilakukan oleh sekelompok orang atau massa pada suatu waktu dan tempat tertentu, sedangkan konflik sosial lebih merujuk pada permasalahan yang lebih mendasar dari munculnya suatu aksi kekerasan sosial. Untuk memperjelas pemahaman Anda terkait perbedaan konflik dan kekerasan, silakan perhatikan uraian dibawah ini.

Konflik: 


  • Proses terjadinya konflik diketahui oleh kedua belah pihak yang bertikai.
  • Aktivitas yang dilakukan tidak menim bulkan reaksi yang berarti.
  • Dapat memotivasi untuk meraih prestasi.
  • Tidak berniat menjatuhkan lawan
  • Bukan merupakan pelanggaran hukum semata-mata.
  • Cara penyelesaiannya dapat dilakukan dengan akomodasi dan peradilan.
  • Terjadi dalam waktu yang relatif pan­jang.
  • Dilakukan dengan langkah-langkah nyata untuk mencapai tujuan.

Kekerasan:


  • Proses terjadinya terkadang tidak diketahui oleh pihak yang lemah.
  • Aktivitas yang dilakukan menimbulkan reaksi keras, bahkan benturan fisik.
  • Ada niat mencelakakan pihak lain.
  • Karena kesalahpahaman kedua belah pihak.
  • Merupakan bentuk pelanggaran hu­kum.
  • Cara penyelesaiannya harus dilakukan melalui peradilan.
  • Terjadi dalam waktu yang relatif sing­kat.
  • Di lakukan dengan penuh prasangka sehingga merugikan pihak lain

Perbedaan Konflik dan Kekerasan

Selain perbedaan-perbedaan seperti tersebut diatas, konflik sosial dan kekerasan memiliki beberapa sisi persamaan sebagai berikut:

a. Keduanya terdapat unsur benturan fisik yang dapat mengakibatkan korban jiwa, luka-luka, maupun kerusakan harta benda.

b. Konflik dan kekerasan merupakan suatu bentuk interaksi sosial yang bersifat disosiatif yang mengarah pada terjadinya disintegrasi di dalam masyarakat.


0 comments

Post a Comment